Gudang Garam Tak Beli Tembakau: Harapan Petani Temanggung Pupus di Ladang
Musim panen yang seharusnya menjadi masa penuh harapan bagi para petani tembakau di Temanggung justru berubah menjadi mimpi buruk. Salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia, Gudang Garam, dikabarkan tidak melakukan pembelian tembakau dari petani lokal pada musim panen tahun ini. Akibatnya, ribuan petani di lereng Sindoro-Sumbing menghadapi ancaman kerugian besar, bahkan kebangkrutan.
Ladang Subur, Pasar Hilang
Kabupaten Temanggung dikenal luas sebagai salah satu sentra penghasil tembakau terbaik di Nusantara. Daerah ini memiliki tradisi panjang dalam membudidayakan tembakau rajangan, yang kualitasnya kerap jadi incaran pabrik rokok besar, termasuk Gudang Garam. Namun, kabar mengejutkan datang ketika perusahaan tersebut tidak membuka pembelian sama sekali dari petani Temanggung tahun ini.
“Sudah kami panen, sudah kami keringkan, tapi tak ada satu pun gudang Gudang Garam yang menerima. Kami bingung harus kemana menjual hasil panen,” ungkap Suyono, petani asal Kecamatan Kledung. Ia menyebutkan bahwa tahun ini ia telah mengeluarkan jutaan rupiah untuk biaya tanam dan perawatan, namun kini hasilnya terancam sia-sia.
Efek Domino di Pedesaan
Dampak dari tidak terserapnya hasil panen oleh pabrikan besar tidak hanya dirasakan oleh petani langsung, tetapi juga merembet ke sektor lainnya. Buruh tani kehilangan upah, pengusaha rajangan tradisional sepi order, dan pedagang perlengkapan pertanian mulai menjerit.
Tak sedikit petani yang akhirnya menjual tembakaunya dengan harga sangat rendah ke tengkulak atau perantara kecil, meski itu jauh dari biaya produksi. Situasi ini dinilai memperburuk ketimpangan dan menjatuhkan martabat petani yang selama ini menggantungkan hidup dari daun emas tersebut.
Kekecewaan dan Seruan Keadilan
Para petani menyayangkan minimnya komunikasi dari pihak pabrik. Mereka menilai keputusan Gudang Garam menutup pembelian tanpa sosialisasi adalah bentuk pengabaian terhadap nasib petani yang telah lama menjadi mitra tak langsung perusahaan.
“Kalau tahun ini tidak membeli, sampaikan jauh-jauh hari. Jangan setelah kami tanam dan panen baru tidak ada kabar,” tegas Daryanto, tokoh tani di Temanggung.
Berbagai organisasi tani dan pemerhati pertanian mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk turun tangan. Mereka menuntut adanya regulasi lebih tegas dalam mengatur kemitraan antara perusahaan besar dan petani agar tidak ada ketimpangan relasi dan petani tidak selalu jadi pihak yang dikorbankan.
Apa Respons Pemerintah?
Pemerintah Kabupaten Temanggung telah menyatakan keprihatinannya dan berjanji akan memfasilitasi dialog antara petani dan pihak industri rokok. Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Gudang Garam terkait alasan tidak dibukanya pembelian dari Temanggung.
Sementara itu, petani terus menanggung beban psikologis dan ekonomi dari ketidakpastian ini. Beberapa bahkan menyatakan enggan menanam tembakau lagi tahun depan jika pola seperti ini terus berulang.
Kisah pilu petani Temanggung menggambarkan bagaimana ketergantungan pada pasar tunggal bisa menjadi bumerang yang mematikan. Tanpa perlindungan dan kepastian, harapan petani yang tertanam di ladang hanya akan berakhir menjadi tumpukan rajangan tembakau yang tak terbeli. Di balik kabut tipis di lereng pegunungan, kini tersimpan getir yang hanya bisa dihapus dengan keadilan dan kebijakan berpihak.